SinodeGPM.ORG - Ambon, Jemaat GPM Tuan Rumah Persidangan MPL merawat betul INDONESIA DI HARMONI BURU, 10 November 2016 merupakan Hari Para Pahlawan nasional Indonesia. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya; Ir.Soekarno. Mengingat hari ini merupakan hari Pahlawan, maka sebagai Warga Negara Indonesia yang baik selalu menginat dan mengenang jasa para pahlawannya dan meneruskan nilai-nilai Nasionalis di bumi Bupolo, para Tokoh adat dengan semangat budaya yang kuat mereka masi memelihara dan merawat nilai nilai adat yang ditinggalkan oleh para leluhur atau pendahulu mereka, adat tersebut dipelihara dan di wariskan bagi anak cucu hingga sekarang mereka layak disebut para Pahlawan yang memelihara nilai luhur adat budaya di bumi Bupolo sebagai salah satu bahagian Indonesia.
Persidangan MPL Sinode GPM Ke 38 di Jemaat GPM Wainibe merupakan agenda besar Gerejawi yang akan berlangsung kurang lebih 5 hari sejak 30 Oktober - 3 November 2016. Keterlibatan-keterlibatan basudara Muslim serta jemaat-jemaat dalam lingkup pelayanan Klasis Buru Utara memainkan peranan sungguh, mereka membingkai penyambutan peserta MPL dalam Bingkai Nasionalis Bhineka Tunggal Ika.
Ini paduan suling bulu (bambu) dari Jemaat Wainibe yang berpartisipasi dalam penyambutan peserta MPL ke-38 Sinode GPM (29/11) di Waenibe.
Sekretaris Umum MPH Sinode GPM Pdt.E.Maspaitella,.M.Si mengatakan, Mereka memainkan orkes suling bulu dengan lagu "Sorak-sorak bergembira", salah satu lagu kebangsaan. Mungkin banyak anak muda bangsa sudah tidak lagi bisa dan biasa menyanikannya. Tetapi orang-orang tua ini fasih dengan notasi dan biramanya.
Ada yang memprotes bahwa ini acara gereja, mengapa tidak "pake" (Menggunakan) lagu gereja. Tetapi tentu mereka mempunyai maksud tersendiri dari lagu itu. Saya tidak sempat menanyakan maksud mereka. Hanya hari itu saya tertegun karena mereka memainkan lagu kebangsaan, di dalam kondisi di mana hak-hak mereka banyak yang tidak terlayani.
Mereka orang suku yang "kalah" di tengah lonjakan pembangunan nasional. Mereka tidak melakukan demonstrasi yang besar, melainkan mendemokan lagu kebangsaan. Mereka generasi yang mungkin tidak mengenyam bangku pendidikan SD sampai tuntas. Tetapi telah terbiasa memainkan melodi kebangsaan di hatinya.
Tersentak sebab pada Gapura Masuk Ke Waenibe salah satu jemaat di Klasis Buru Utara masih tertulis Dirgahayu Republik Indonesia ke-71. Padahal biasanya kalau ada acara gerejawi maka gapura itu menuliskan selamat sukses MPL ke-38 Sinode GPM. ini menunjukan Harmonisasi Indonesia Orang Buru yang terimplementasi pada momentum besar Gerejawi GPM.
Tidak usah persoalkan harus memainkan lagu gereja atau tulisan selamat sukses MPL. Karena orang-orang Buru ini sedang merayakan kebangsaan mereka sebagai orang merdeka untuk "memakai" agama apa saja di hati dan sanubari mereka.
Kongres Kebudayaan Maluku II yang kini sedang berlangsung di Namlea adalah salah satu bukti perayaan kebangsaan di Buru. Tutur Sekum MPH Sinode GPM dalam narasinya pada catatan pendek perjalanan MPL Ke 38 di Buru Utara.
Mari terus "sorak-sorak bergembira"