Oleh Albert D. Leirissa
(Foto Ilustrasi)
Tulisan di bawah ini adalah kisah nyata yang dituliskan oleh Albert D. Leirissa (Majelis Jemaat GPM Hatusua/Sekretaris Negeri Hatusua), salah seorang peserta Pendidikan Warga ke-47, kerjasama antara Institut Leimena dengan Gereja Protestan Maluku (GPM) di Kairatu, Pulau Seram (Maluku), pada tanggal 16-17 Mei 2013.
Pengikisan oleh air laut berdampak bagi kelangsungan hidup bagi masyarakat yang ada di sekitar daerah pantai. Banyak masyarakat yang mengeluh dan menguatirkan bahwa suatu saat nanti tempat tinggal mereka akan terkikis habis oleh gelombang air laut dan naiknya permukaan air laut. Hal ini berdampak kerugian ekologis dan material bagi masyarakat sekitar pantai.
Berbagai hal dapat dilakukan untuk dapat mengatasi persoalan tersebut. Misalnya, pihak pemerintah desa negeri memberikan edukasi pada masyarakat sekitar, membuat larangan penggalian pasir, atau membuat talut (tempat landai/miring) untuk mengurangi abrasi.
Namun ada saja orang yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa berpikir pada kehidupan banyak orang, yang sengaja mau merusak daerah sekitar bibir pantai, dengan mengambil batu atau pasir.
Hal ini nyata dan terjadi di desa tetangga saya, yang mana masyarakat di desa tersebut sangat mengeluh atas ulah beberapa orang yang mau mengambil pasir di pantai. Melihat pada kondisi tersebut, lingkungan tempat tinggal masyarakat yang sebagian berada di pinggiran pantai, akan terancam karena ulah beberapa orang tersebut.
Maka muncullah ide seorang kakek yang biasa disapa kakek Gani. Ia melaporkan hal tersebut kepada pemerintah desa, yaitu kepada pimpinan Raja Negeri (Kepala Desa) Hatusua, Pulau Seram, Maluku, untuk mencegah oknum-oknum tersebut. Bukan hanya sekali saja kakek Gani melapor, tetapi setiap kali terjadi pelanggaran tidak jemunya ia terus melapor dan berusaha mencegah pelanggaran tersebut.
Usaha kakek Gani tidaklah sia-sia. Sehubungan dengan lokasi pengambilan pasir ada pada petuan adat negeri Hatusua, maka Raja mengambil langkah-langkah tindakan, mulai dari pendampingan, memberikan teguran sampai dengan cara menulis larangan untuk tidak mengambil pasir di daerah pantai tersebut.
Dan dari ide, gagasan dan tindakan baik kakek tersebut maupun Bapa Raja (Kepala Desa), maka pengambilan pasir di sekitar bibir pantai Waihatu yang termasuk daerah petuanan Adat Negeri Hatusua mulai teratasi dengan baik, dan orang tersebutpun menyadari kekeliruan dan kesalahan mereka.
Masyarakat di sekitar bibir pantai tersebut mulai hidup tenang dan tidak lagi mengkhawatirkan bahwa tempat tinggal mereka akan terkikis habis oleh air laut (abrasi).
Terima kasih kakek Gani atas idemu dan terima kasih Bapa Raja Negeri Hatasua atas cara dan tindakanmu yang telah menyelamatkan kami dari ancaman gelombang air laut