Minggu, 20 Mei 2018, Klasis GPM Kota Ambon mensyukuri ulang tahunnya yang ke-45. Banyak ucapan selamat, termasuk melalui media sosial. Lalu apa yang akan dikaryakan lagi pada usia yang kian matang ini?
Hari Jumat, 18 Mei 2018, dua hari sebelum HUT Klasis Kota Ambon, di Jakarta bersama John Saimima, dosen sejarah gereja pada Fakultas Teologi UKIM Ambon kami berjumpa Pdt Nick Rutumalessy yang adalah Ketua Klasis GPM Kota Ambon. Didampingi istrinya Pdt Ny N Rutumalessy-Sahureka kami berbagi cerita lebih dari satu jam. Ada banyak hal yang dibagi. Seusai perjumpaan itu, setiba di kamar (kontrakan) saya mencatat beberapa hal di buku harian. Berikut saya salin kembali di sini.
Tiga Catatan Ringkas
Pertama, ada tekad dan komitmen yang kuat untuk terus mendinamisir Klasis Kota Ambon untuk terus maju dan berkembang seiring perkembangan kota Ambon yang kian kompleks. “Butuh kecepatan dan kesigapan” ungkap Ketua Klasis sambil tersenyum. Saya menangkap adanya kepekaan dan kesadaran tentang realitas konteks kota Ambon yang membutuhkan tanggapan serius dari para pelayan dan umat, yang adalah warga kota sekaligus warga Klasis Kota Ambon. Berbagai persoalan itu bukan saja soal-soal keagamaan, tetapi soal ekonomi, sosial-budaya, politik, keamanan, dan masalah ekologis. Beberapa waktu lalu Klasis Kota Ambon “menyerahkan” sebagian warganya yang berada di Jemaat GPM Pniel dan Eirene untuk menjadi jemaat mandiri yakni “Jemaat GPM Waringin Pintu Halong” dan bergabung dengan Klasis GPM Pulau Ambon Timur. Alasan kepindahan jemaat ini karena terjadinya bencana longsor di sekitar Wai Batu Gajah.
Kedua, perlunya kesiapan tenaga-tenaga trampil dan cekatan dalam menerjemahkan visi dan komitmen untuk terus berubah menjadi Klasis yang missioner. Ambil contoh, soal relasi antar-agama. Klasis yang berada di tengah-tengah kota ini tidak bisa mengelak dari interaksi dengan basudara Muslim dan warga dan berbagai suku lainnya. Secara kelembagaan soal relasi antar-agama itu sudah tercantum dalam dokumen-dokumen gerejawi termasuk dokumen Renstra Klasis. Tinggal soal, bagaimana visi dan komitmen itu diterjemahkan dalam praksis program yang berkelanjutan. “Kita membutuhkan pelayan yang paham bukan saja dari sisi kognisi tapi juga ketrampilan merajut relasi dan kerjasama lintas-agama itu” ungkap mantan Ketua Klasis Seram Barat Piru tersebut. Aksentuasi ini penting diperhatikan dalam korelasi dengan eklesiologi Gereja Orang Basudara (GOB) yang dilakoni GPM saat ini.
Ketiga, pentingnya inovasi dan kreatifitas pelayanan. Jemaat-Jemaat yang berada dalam konteks masyarakat kota adalah jemaat-jemaat yang dinamis, dan selalu mengharapkan hal-hal yang inovatif. Ibarat anggur baru, maka ia perlu diletakan pada kirbat yang baru pula. Olehnya jemaat-jemaat perlu terus membarui pola pelayanannya, mengembangkan bentuk-bentuk pelayanan yang lebih kreatif. “Kami mulai mencanangkan ibadah etnik di Gereja Maranatha. Hal ini merupakan tanggapan terhadap realitas konteks klasis kota Ambon yang multi-kultur” ungkap Ketua Klasis. Hal ini merupakan sebuah langkah maju. Gereja Marantha yang disebut sebagai “gereja pusat” itu memang perlu terus melakukan inovasi dan kreasi berkaitan dengan pelayanan. “Kami memiliki tim khusus. Selain itu kami juga bekerjama dengan Fakultas Teologi UKIM. Tak tertutup kemungkinan dengan Jurusan Musik IAKN Ambon” ungkap ayah tiga anak ini.
Kekuatan Roh dan Kebangkitan Bangsa
Tak kebetulan jika perayaan HUT ke-45 Klasis Kota Ambon bersamaan dengan Perayaan Hari Pencurahan Roh Kudus atau Pentakosta. Hal ini menegaskan bahwa Klasis ini bahkan gereja pada umumnya, dibangun dan digerakan oleh Roh Kudus. Gereja menghadapi berbagai tantangan dan tekanan, tetapi Roh Kudus adalah penuntun dan teman seperjalanan yang akan membawa gereja pada jalan kehidupan dan keselamatan. Inilah yang membedakan gereja dari berbagai organisasi sosial atau lembaga sosial lainnya.
Dengan senantiasa mengandalkan Roh Kudus, maka gereja dimampukan untuk melakukan karya-karya pembebasan seperti antar lain dinubuatkan nabi Yesaya dan Lukas. “Roh Tuhan ada padaku…untuk menyampaikan khabar baik kepada orang-orang miskin…untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan memberi penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan sudah datang” (Lukas 4: 18-19; Yesaya 61:1-2).
Tak kebetulan pula jika pada tanggal yang sama yakni 20 Mei dirayakan sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Hal ini berkaitan dengan kesadaran kaum pribumi untuk bangkit dan bebas dari tekanan kaum kolonialisme kala itu, salah satunya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan organisasi yang modern. Dalam kaitan ini, gereja-gereja, termasuk Klasis Kota Ambon, terpanggil untuk menjadi berkat bagi bangsa. Gereja tidak hanya memperkuat diri sendiri secara internal, melainkan terang itu harus bersinar menyinari seluruh bumi. Peran dan panggilan profetik Klasis Kota Ambon semakin strategis dan relevan ketika Klasis ini dapat menjadi “garam dan terang” bagi kota Ambon bahkan bangsa Indonesia.
Semoga melalui momentum 45 tahun Klasis GPM Kota Ambon, segenap pelayan dan umat terus termotivasi dan berkoitmen untuk menamam dan menyiram dalam semangat “orang Basudara” diserta inovasi dan terobosan pelayanan. Kiranya Klasis Kota Ambon makin maju dan mandiri, missioner dan mentranformasi masyarakat. Hal ini tentu diseleraskan dengan visi dan misi Klasis kota Ambon sembar belajar dari sejarah Klasis Kota ini yang sebagian telah terekam dalam buku “Teguh Melangkah. Setia Melayani. Klasis GPM Kota Ambon dalam Lintasan Sejarah (2017)”.
Dirgahayu Klasis GPM Kota Ambon. Tuhan memberkati !
Penulis :Pdt Rudy Rahabeat,mantan Pdt Jemaat GPM Betel,Klasis Kota Ambon Editor : Media Center GPM