In Memoriam sekaligus Pidato Ketua MPH Sinode GPM:
Hormat kami kepada Bapak Gubernur Maluku Utara dan rombongan, serta para hadirin dan basudara Muslim yang berkenan hadir pada acara pembukaan Persidangan MPL-39 Sinode GPM ini. Assalamualaikum Waramatulahi Wabarakathu. Salam damai untuk kita semua, syaloom! Salam persaudaraan bagi kita semua, Hotu, Hotu, Hotu!
Yang terhormat Gubernur Maluku Utara, selamat datang Pak di hati Gereja Protestan Malaku. Atas nama Gereja Protestan Maluku, kami memberi apresiasi dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaan Bapak menempu perjalanan, yang bagi kami, cukup jauh, dari Ternate sampai ke Obi Selatan. Selanjutnya, yang terhormat Bapak Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku; yang terhormat Majelis Pertimbangan MPH Sinode GPM; yang terhormat para Pimpinan Klasis se-Gereja Protestan Maluku; yang terhormat Bapak Camat Obi Selatan; yang terhormat para tokoh agama di seputar Wayaloar, yang turut menghadiri acara di hari ini; yang terhormat para Kepala Desa di Pulau Obi dan teristimewa Bapak Kepala Desa Wayeloar; yang kami hormati Ketua dan Majelis Pekerja Klasis Pulau-Pulau Obi; yang kami hormati Ketua Majelis Jemaat dan para pelayan di Jemaat GPM Wayeloar, para pendeta, serta warga Jemaat di seluruh wilayah Klasis Pulau-Pulau Obi, teristimewa, yang kami sayangi, para pelayan dan warga Jemaat di Wayeloar.
Bapak/Ibu para undangan, serta para peserta sidang yang kami cintai dan kami kasihi. Dan, yang tidak kami lupai Bapak Ketua Panitia dan kawan-kawan panitia yang telah melaksanakan tugas yang cukup berat di tengah kondisi yang terbatas. Sebelum saya memulai Pesan Gembala, sebagai pidato pembukaan sidang ke-39 Majelis Pekerja Lengkap Sinode GPM, Bapak Gubernur dan rombongan, izinkanlah saya sebagai pimpinan GPM, mengutarakan suara hati kami, pertama, kami sulit untuk berkomunikasi dengan Bapak Gubernur selama perjalanan, karena di sini tidak ada jaringan telepon seluler. Karena itu, jika Bapak tidak keberatan, saya mohon, Bapak kiranya bisa memprogramkan jaringan telepon seluler bagi masyarakat di Obi Bagian Selatan. Ada satu lagi permintaan kami, kami terpaksa harus meminta, dan meminjam mesin perusahaan, karena mesin listrik PLN tidak berfungsi. Tetapi, baru saja saya mendengar, kalau sudah ada mesin PLN yang telah datang dengan Bapak Gubernur. Ada satu lagi, Bapak Gubernur, Maluku Utara dan Maluku sudah terbiasa hidup dalam persaudaraan, dan hingga kini, masyarakat Obi Selatan selalu terhubung dengan Kota Ambon untuk memasarkan hasil bumi mereka, dan sekaligus masyarakat Obi Selatan mengikuti pendidikan di Universitas Pattimura dan Universitas Kristen Indonesia Maluku. Berdasarkan hal itu, menurut cerita saudara-saudara kami di Obi sini, transportasi berlangsung tiga kali seminggu, tetapi kapalnya adalah kapal tradisional. Jika, Bapak Guburnur tidak keberatan, saya mohon, biarlah kita menghidupkan tradisi pelayaran yang telah ada dari dulu ini, dan kami mohon, Bapak mau memberi investasi, membiayai transportasi Obi – Ambon, ke depan, bagi kepentingan masyarakat Pulau Obi Selatan.
Bapak Gubernur dan para hadirin, mengawali pidato sekaligus Pesan Gembala, dalam pembukaan sidang ke-39 MPL Sinode GPM, izinkan saya, mangajak kita semua untuk bersyukur kepada Tuhan. Sebab, dua agenda besar GPM, mengakhiri tahun pelayanan 2017, yakni Musyawarah Paripurna Angkatan Muda Gereja Protestan yang sudah selesai, dan sekarang kita akan menggelar sidang ke-39 MPL Sinode GPM yang, insyaallah, akan berakhir beberapa hari ke depan.
Bapak Gubernur dan para hadirin, sidang ini juga terselenggara atas kontribusi besar para pendeta GPM yang pernah bertugas di Pulau Obi, yakni Pdt. Talakua dan kawan-kawan. Dan, oleh karena itu, GPM dan Klasis Pulau-Pulau Obi memberi apresiasi dan penghargaan atas pengorbanan itu.
Tahun lalu, GPM menelusuri jejak-jejak pelayanan pekabaran injil ke Pulau Buru dan menjumpai Jemaat serta masyarakat Kai Wai (adik-kakak bersaudara), tepatnya di Jemaat GPM Wainibe Klasis Buru Utara, ketika sidang ke-38 MPL Sinode digelar di sini, dan kali ini, penelusuran jejak-jejak pekabaran injil membawa kita ke bumi Moluko Kieraha, menjumpai Jemaat dan masyarakat yang kental dengan filosofi “Marimoi Ngoni Futuru”, tepatnya di desa Wayaloar. Karena itu, tidak berkelebihan jika Pesan Gembala Pembukaan Sidang ke-39 MPL Sinode kali ini, saya kemas dengan judul “Gereja yang B=bertumbuh itu, menelusuri jejak-jejak para pendahulunya. Penjudulan seperti itu, hendak memastikan nuansa gerejawi bagi penyelenggaraan sidang MPL itu sendiri, yang adalah wujud dari kepemimpinan kolegial di atas spirit “berjalan bersama” (sun-hodos). Perlu ditegaskan, bahwa penyelenggaraan sidang tahunan GPM, dalam hal ini MPL, dengan mengikuti mekanisme turun ke desa dan wilayah terjauh, tidak semata-mata memacu peningkatan pelayanan di wilayah tersebut, melainkan juga bermaksud menyatukan GPM dewasa ini dengan “spirit pekabar injil” yang membentuk dan memelihara jemaat-jemaat wilayah terjauh hingga saat ini.
Tujuan penyetuan seperti itu, untuk membantu kita sebagai pelayan, menemukan jejak-jejak pendahulu kita, pekabar injil, di mana melalui tangan dingin mereka, jemaat-jemaat bertumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan, bukan jemaat-jemaat kita saja yang mengalami pertumbuhan, melainkan masyarakat sekitar melalui pelayanan pendidikan yang kala itu masih terbatas penyelenggaraannya. Fakta historis seperti ini, selain harus disyukuri, selaku gereja kita patut menyelaminya untuk mencaritahu tingkat keuletan para pendahulu kita itu. Itulah church capital yang dapat membantu GPM ke masa yang akan datang.
Bapak Gubernur, serta hadirin dan peserta sidang yang terhormat, para pekabar injil itu, adalah orang-orang biasa, dan terbatas dalam sumber daya secara intelektual, jika dibandingkan dengan pelayanan GPM dewasa ini. Namun, harus diakui, di tangan merekalah, jemaat-jemaat GPM terus berkembang dan bertumbuh, bahkan juga masyarakat yang mereka layani. Kala itu, para pekabar injil tersebut, melayari lautan luas hingga datang ke wilayah terjauh, termasuk ke bumi Moluko Kieraha, menggunakan perahu-perahu layar dan morot-motor kecil yang terbatas, lagi belum tersentuh teknologi modern. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan mereka melayari lautan yang diselingi badai, yang datang silih berganti. Jika melalui daratan, mereka harus jalan kaki berhari-hari, naik dan turun gunung tanpa henti-hentinya. Balum lagi, waktu itu mereka harus terbiasa hidup apa adanya bersama jemaat-jemaat mereka, hidup yang terbatas, karena jauh dan terpencil. Waktu itu, tidak ada tunjangan kesejehteraan darah terpencil sebagai kompensasi atas pengorbanan mereka. Kendatipun demikian, mereka tetap menjalankan tugasnya, di mana jejak-jejak keberhasilan mereka adalah jemaat-jemaat sekarang yang maju dan berkembang seperti Wayeloar ini. Pertanyaannya, apa yang menjadi andalan mereka; atau apakah mereka terbuat dari emas; atau apakah ketika Tuhan memanggil dan membentuk mereka Ia, Tuhan, sementara hati-Nya diwarnai suasana damai dan lagi tersenyum. Sejatinya, mereka orang-orang biasa, terlahir dan dibesarkan oleh keluarga-keluarga biasa. Bahkan mungkin, mereka sendiri tidak pernah tahu mengapa hingga termotivasi seperti itu, dan menjalani panggilan ke wilayah terjauh. Mereka juga adalah orang-orang muda, di mana acap kali merindukan pusat-pusat keramaian.
Pertanyaannya, apa yang memotivikasikan mereka melakukan pekerjaan berat dan langkah seperti itu? Yang jelas, mereka dimotivasikan oleh rasa memiliki jemaat-jemaat terjauh tersebut, karena itu mereka setia melayaninya. Kesetiaan yang lahir dari rasa memiliki, itulah wujud dari keimanan (spiritualitas) yang melahirkan pembaruan dan pertumbuhan GPM selama ini. Para pekabar itu memanggil, menyebut, dan memberitakan nama Tuhan, bukan dengan kata-kata, melainkan dengan kesetiaan yang mereka lakonkan dalam melayani jemaat-jemaat. Itu pesan pemberitaan yang sesungguhnya, bahkan itu adalah khotbah mereka tiap hari. Tak henti-henti mereka melakukannya hingga jemaat-jemaat tumbuh dan berkembang. Karena itu, tidak punya pilihan lain, kecuali menelusuri jejak-jejak mereka. Hanya dengan jalan begitu, kita temukan Tuhan Yang Hidup di antara jemaat-jemaat kita, yang kemudiaan berguna bagi pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara Indonesia tercinta.
Para pekabar injil itu juga punya kelemahaan, maklum mereka orang-orang biasa, terlahir biasa, dan dibesarkan dengan cara-cara biasa, namun kelemahan mereka tidak pernah menajidi batu sandungan bagi jemaat, karena ditutupi oleh kesetiaan malayani tersebut.
Bapak Gubernur, serta hadirin dan peserta sidang yang terhormat, sebagaimana persidangan MPL Sinode adalah sidang tahunan dan merupakan persidangan yang menghadirkan para pemimpin Klasis se-GPM di seluruh wilayah Maluku dan Maluku Utara, serta para tamu, diharapkan dapat merumuskan kebijakan-kebijakan stategis pelayanan dan anggarannya sesuai PIP/RIPP GPM 2015-2025 untuk memastikan penyelenggaraan Renstra Klasis dan Jemaat di 33 Klasis dan 756 Jemaat yang berada di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
Kali ini, penegasan yang memberi arah bagi penyelenggaraan pelayanan GPM tahun 2018, terurai dalam sub tema: “bersama-sama mengadvokasi hak hidup manusia dan alam untuk hidup berkelanjutan yang semakin bermutu”. Penegasan ini, selain bermaksud meneruskan tekad GPM yang memberi perhatian pada usaha memperjuangkan keadilan sosial dan ekologis sesuai fokus pelayanan tahun 2017, melainkan juga hendak memperlihatkan konsistensi GPM dalam menangkap dan melahap isu yang menjadi permasalahan global dan nasional terkait dengan masa depan umat manusia dan alam semesta. Itulah cara bergereja GPM dalam meneruskan pesan injili Kristus untuk membela dan merawat kehidupan, sesuai tema lima tahunan (2015-2020): “Allah kehidupan Tuntunlah Kami Untuk Membela dan Marawat Kehidupan”.
Peran advokasi, bagi GPM, sejatinya dimaknai sebagai tanggung jawab pembalaan dan perawatan dalam bentuk perjuangan untuk mendorong revitalisasi kehidupan. Kehidupan melalui perspektif GPM diperlukan usaha revitalisasi, yang diawali dengan mendudukkan kembali hak-hak hidup manusia dan alam semesta sesuai kehendak Khalik bagi keberlanjutan kehidupan. Tanggung jawab ini adalah tanggung jawab gereja sebagai wujud pemberitaan injil Kristus. Gereja yang memberitakan injil adalah gereja yang bertanggung jawab dalam memelihara keberlanjutan kehidupan manusia dan alam semesta. Hal mana, karena injil sejatinya adalah warta kahidupan bagi kelangsungan hidup. Warta tersebut, yang kemudian dikemasi Yesus Kristus, Isa Almasih sebagai pesan yang menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah.
Bapak Gubernur, serta hadirin dan peserta sidang yang terhormat, atas dasar itu, selaku Pimpinan GPM, kami berketetapan hati dan membulatkan tekad mengajak gereja ini, melalui persidangan ke-39 MPL Sinode GPM untuk mengusahakan, pertama, terwujudnya kesejahteraan rakyat sebagai aktualisasi panggilan GPM untuk memberitakan injil guna menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah. Tata Gereja GPM bab IV pasal 8 ayat 3, mengkongkritkan panggilan tersebut, sebagai usaha bersama pemerintah, agama-agama dan berbagai komponen bangsa lain, guna mengusahakan: [a] pembebasan dari kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan; [b] terwujudnya manusia Indonesia yang beriman dan berakhlak mulia; [c] terwujudnya perdamaian dalam masyarakat dan bangsa Indonesia dan perdamaian dunia.
Tekat itu dilaksanakan melalui usaha memperjuangkan hak-hak dasar rakyat (untuk pemdidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan dasar, hak untuk berdemokrasi secara bebas dan elegan, hak untuk membangun relasi sosial yang bebas dan damai di atas sendi-sendi persahabatan dan persaudaraan); mengawasi dan membantu dengan kritis semua kebijakan pembangunan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat; memperjuangkan hak-hak masyarakat adat yang sengaja atau tidak dieksploitasi oleh berbagai pihak; serta membatu berbagai pihak dalam rangka memberantas ijon yang masih dipraktekkan terutama pada masyarakat pinggiran.
Bagi GPM, ijon tidak lain dari bentuk kolonialisme yang masih membelenggu rakyat kecil hingga tidak berdaya, karena itu, menjadi ancaman bagi terbangunnya kesejahteraan rakyat.
Kedua, tanggung jawab melayani anak-anak sebagai generasi penerus kehidupan gereja, masyarakat dan bangsa. Selaku gereja, tanggung jawab melayani anak-anak adalah pilihan investasi strategis bagi pengembangan masa depan kehidupan. Gereja yang mengabaikan pelayanan kepada anak-anak adalah gereja yang kehilangan esensi panggilannya untuk membela dan merawat kehidupan sebagai bentuk pemberitaan injil Kristus. Hal mana, karena anak-anak adalah pewaris kehidupan masa depan, sekaligus dengan peradabannya. Pelayanan kepada anak-anak mengartikulasikan fisualisasi sikap Yesus yang meletakkan anak-anak di pangkuan-Nya. Usaha ini sebagai bagian dari perjuangan GPM guna membangun generasi yang cerdas dan yang berahklak mulia melalui usaha memastikan peran keluarga (pendidikan parenting) dan lembaga pendidikan formal dan non-formal yang ada, termasuk pendidikan formal gereja. Peran keluarga adalah peran karya pemeliharaan dan penyelamatan Allah, terutama bagi kepentingan regenerasi dalam usaha memelihara peradaban yang mendukun pelestarian kehidupan. Karena itu, pelayanan gereja dengan memberi tekanan pada fungsi dang tanggung jawab keluarga adalah penting. Sementara lembaga penelitian formal dan non-formal yang disediakan masyarakat dan lembaga pendidikan formal GPM memiliki peran membantu keluarga untuk melakukan tanggung jawab yang tidak dapat dikerjakan keluarga karena keterbatasannya. Pendidikan asasinya harus dimaknai sebagai pedoman kehidupan yang sesungguhnya kepada generasi baru demi keberlanjutan hidupnya.
Tantangan di bidang pembinaan generasi baru semakin kompleks, karena itu, butuh kerja keras semua pihak. Katakanlah, masalah miras, narkoba, kekerasan dan pelecehan seksual kepada anak, serta penyakit sosial lainnya. Terkait dengan konsentrasi pada generasi baru, pelayanan GPM semestinya memberi prioritas kepada pembinaan generasi muda melalui pelayanan anak-remaja, katekisasi dan pemuda. Alokasi sumber daya GPM kepada generasi muda perlu diprioritaskan dengan presentasi yang signifikan.
Ketiga, tanggung jawab memelihara dan melestarikan lingkungan. Lingkungan yang ditandai dengan ekosistem pendukung kelanjutan kehidupan adalah karya Tuhan sebagai pencipta sekalian alam, dan perlu dipertahankan fungsi keberlanjutannya. Gereja sebagai persekutuan orang percaya memiliki tanggung jawab iman untuk memelihara ekosistem pendukung kehidupan tersebut. Lingkungan yang lestari bukan sekedar cermin kemuliaan Allah, melainkan juga cermin harkat dan martabat uamat yang beriman. Atas dasar itu, tanggung jawab memelihara lingkungan laut, serta mengabadikan daerah sumber air dengan menanam kembali hutan yang gundul merupakan panggilan gereja yang utama, disamping pengaturan pembuangan dan pengolahan sampah secara terkendali merupakan strategi bagi pelestarian kehidupan. Karena itu, kembangkan kebiasaan menanam pohon di mana saja yang diperlukan. Menanam harus ditegaskan sebagai perbuatan iman dalam rangka pelestarian kehidupan yang merupakan panggilan gereja. Selain itu, usaha untuk mengkritisi pengrusakan lingkungan oleh berbagai pihak dengan mengatasnamakan pembangunan ekonomi perlu dilakukan, bersama masyarakat dan berbagai komponen lainnya.
Keempat, terwujudnya kerukunan sosial sebagai ekpresi rasa persaudaraan sejati sebagai bangsa dan negara Indonesia, dan demi kemanusiaan. HUT GPM ke-81 tahun lalu, selau gereja kita mencanangkan “simpul Gereja Orang Basudara” sebagai wujud gereja yang bertumbuh bersaksi dan melayani. Mimpi kami, di masa yang akan datang, Gereja Orang Basudara menjadi “Jati Diri Warga GPM yang beriman dan berahklak mulia, sekaligus sebagai model bergereja GPM untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam membangun peradaban bersama selaku bangsa Indonesia dan kemanusiaan sejagat. Setelah setahun lebih, kali ini kita akan meluncurkan buku dengan judul Menuju Gereja Orang Basudara untuk memastikan perjuangan kita itu. bagi say sebagai pencetus terminologi “Gereja Orang Basudara”, sebaiknya selain buku ini, diharapkan warga gereja dan pelayan ataupun komponen masyarakat lainnya dapat meresponnya dengan penerbitan-penerbitan susulan, senagai usaha membantu GPM merumuskan “Road Map-nya” menuju gereja orang basudara yang diidealkan. Buku ini adalah karya sebuah “bunga rampai” yang diharapkan memberikan stimulans bagi karya-karya susulan. Gereja orang basudara adalah sumbangan GPM sesuai panggilannya untuk membangun ketahanan kebangsaan kita, sebagai bangsa yang merdeka, Indonesia permai. Ke depan, tradisi peluncuran buku di persidangan MPL, harus dipertahankan sebagai cara gereja ber-GPM dalam berteologi dan bereklesiologinya sendiri, dan bukan dengan mengutipsaja teologi dan eklesiologi orang lain. Gereja yang berpikir dan bekerja sebagai wujud teologi dan eklesiologinya dengan hanya mengutip dari orang lain, adalah gereja yang bertumbuh di atas dasar yang rapuh, karena tidak memiliki identitas yang jelas. kami berharap, MPL berikut judul buku yang diterbitkan adalah “Gereja yang bertumbuh, Bersaksi dan Melayani di Hati bangsanya Sendiri”. kemudian, Gereja yang melayani anak-anak, serta terakhir GPM dalam kata dan tindakan dan dalam cita dan rasa 2015-2020 sebagai simpul Kepemimpinan Penggembalaan yang diperagakan MPH Sinode.
Kelima, terwujudnya pelayanan gereja yang memberdayakan.pemberdayaan harus dipahamisebagai bentuk tuntunan bagi terciptanya pertobatan dan pembaharuan hidup. Gereja yang memberdayakan harus berani keluar dari gereja ritualistik konvensional menuju gereja berbuat untuk memberdayakan. Ritual sebagai usaha mengendalikan (menuntun dan mengarahkan) diposisikan untuk membangun dan memetakan motivasi umat bagi pertobatan danpembaharruannya. Itulah ritual untuk memberdayakan, sementara ritual konvensional sekedar mencari kepuasaan rohani melalui perenungan akan kemungkinan-kemungkinan kehendak Tuhan tanpa usaha memotivasikan. Ritual konvensional, semuanya Tuhan yang berkarya bagi masa depan manusia, sementara manusia itu duduk dan menunggu. Sementara, ritual pemberdayaan, Tuhan berkarya dan manusia menyambutnya dengan karya berupa berpikir dan bekerja mengubah karya Tuhan itu bagi kemajuannya. Pemberdayaan umat berimplikasi bagi peningkatan kualitas hidup, di mana kualitas hidup tersebut terwujud dalam bentuk pertobatan dan pembaruan hidup menuju kesejahteraannya.
Searah dengan pemberdayaan umat, perlu dipastikan terciptanya pemberdayaan pelayan untuk menyanggahnya. Pemberdayaan pelayan sudha waktunya direncanakan secara kuantitas dan kualitas, untuk memenuhi tuntutan pelayanan yang akan datang. Termasuk di dalamnya pemetaan sistem kader kepemimpinan gereja yang lebih terarah untuk melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki karakter “problem solving” dan bukan “no action talk only (NATO)”. Sebab itu yang dibutuhkan masa depan gereja yang memberitakan Injil kepada umat yang mengalami krisis penyebabnya multi dimensi.
Selain itu, rancang bangun kelembagaan perlu dilakukan untuk memastikan keberfungsian lembaga sebagai pendukung pelayanan pemberdayaan umat. Keberfungsian lembaga pada gilirannya bermaksud untuk memastikan kedudukan dan peran unit-unit kerja dan tanggungjawabnya dalam suatu rangkaian sistem yang saling mendukung dan terintegrasi secara berjenjang dari jemaat hingga Sinode.atas dasar itu, diperlukan berbagai regulasi gerejawi sebagai penuntunnya.regulasi dalam perpektif ini harus dimaknai sebagai pemandu pertobatan dan pembaruan.
Terkait dengan kelembagaan,perlu dipastikan juga daya dukung keuangangereja berjenjang.daya dukung keuangan gereja diawali dengan perencanaan, pengelolaan dan pertanggungjawaban secara terkendali dan terpadu. Keuangan gereja adalah wujud kasih karunia Allah bagi pelayanan, karena itu pengelolaannya harus berpedoman pada nilai-nilai etis-injili. Untuk memastikan itu, dibutuhkan pengawasan yang lebih terarah.
Di sisi lain, usaha-usaha merevitalisasi sumber-sumber keuangan pada semua jenjang perlu diskenariokan secara tepat, disamping usaha merancang lahirnya sumber-sumber keuanganbaru yang bukan konvensional. Hal lain adalah memastikan penggunaan keuangangereja yang bertanggungjawab, yang ditandai dengan adanya usaha-usaha penghematan, efisiensi dan efektif.
Bapak Gubernur, Bapak Dirjen, Hadirin serta Peserta Sidang, ijinkan kami selaku pimpinan GPM pada kesempatan ini meluncurkan buku “MENUJU GEREJA ORANG BASUDARA” untuk menandai penyelenggaraan Sidang Majelis Pekerja Lengkap Sinode GPMKe-39 di bumi Moluko Kie Raha, dengan meminjam semangat “MARIMOI,NGONI FUTURU”. Ditandai dengan selepas pesan gembala ini kami akan membagikan buku kepada Bapak gubernur dan beberapa undangan terpilih.
Akhirnya, mengakhiri pesan gembala ini ijinkan kami mengucapkan terimakasih kepada:
- Bapak Gubernur Maluku Utara atas bantuannya kepada jemaat-jemaat GPM diProvinsi maluku Utara, dan atas kehadiran serta kesediaannya untuk memberi sambutan dan membuka Persidangan MPL ini.
- Bapak Dirjen Bimas Kristen Protestan Kementerian Agama RI, atas kehadiran dan bantuannya bagi GPM
- Bapak Gubernur dan Pemerintah Provinsi Maluku atas bantuannya kepada GPM selama ini.
- Para Bupati/Walikota serta jajaran pemerintahan di kecamatan dan desa serta kelurahan se-Provinsi Maluku dan Maluku Utara atas bantuannya kepada GPM. Dan secara khusus kepada bapak Bupati Halmahera Selatan atas bantuannya bagi terselenggaranya Sidang MPL ini. Doa kami Bapak dan keluarga sehat-sehat dan diberkati Yang Maha Kuasa dalam tugas sehari-hari.
- Pimpinan dan prajurit TNI dan Polri dari provinsi Maluku dan Maluku Utara atas bantuannya yang memastikan terciptanya keamanan di tengah masyarakat dan berakibat jemaat-jemaat GPM dapat menyelenggarakan aktivitasnya sehari-hari.
- Basudara Muslim, Katolik, Hindu dan Budha di Provinsi Maluku dan Maluku Utara atas hubungan kerja sama dengan jemaat-jemaat GPM.
- pelayanan dan warga GPM di Kalsis PP. Obi, dan khususnya di Wayaloar atas terselenggaranya MPL ini.
- ketua dan kawan-kawan Panitia penyelenggara atas bantuan dan kerja kerasnya persidangan MPL terselenggara.
- tidak lupa para Pendeta GPM yang pernah bertugas di Klasis pp. Obi yang juga berkontribusi besar bagi penyelenggara MPL ini. Bpk. Pdt Talakua dan Ibu, Ibu Pdt Sahetapy, Ibu Pdt Tupamahu, Bpk. Pdt Parera, dll.
- Semua pihak yang membantu GPM.
AKU MENANAM, APOLOS MENYIRAM TETAPI ALLAH YANG MEMBERI PERTUMBUHAN (1 Korintus 3:6).
Sekian dan terima kasih
As. Mualaikum Wr.Wb
Syaloom