Selasa 25 Juli 2017 bertempat di Aula New Hotel Lelemuku Klasis GPM Masohi melaksanakan kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Khotbah kepada para Pendeta se-Klasis Masohi. kegiatan akan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari dengan menghadirkan narasumber yaitu Pdt. Linna Gunawan, seorang Dosen STT Jakarta yang sementara mengambil program doktoralnya di Amerika Serikat (Graduate Theological Union, Berkeley, California: Doctor of Theology program – Konsentrasi Studi: Homiletics & Preaching.
[embed]https://flic.kr/p/X1L5uW[/embed]
Dalam arahan saat membuka kegiatan ini, Ketua Klasis GPM Masohi, Pdt. S. Werinussa, M.Si mengatakan, kegiatan ini bukan saja untuk memenuhi tuntuntan program pelayan, tetapi untuk menambah pengetahuan dan kemampuan para pendeta dalam berkhotbah, tetapi juga untuk memenuhi rasa sukacita dan kebahagiaan umat ketika mendengarkan pendeta berkhotbah.
Pada hari pertama pelaksanaan kegiatan diisi dengan materi-materi: Perspektif Khotbah Kontemporer, Psikologi Pendengar Khotbah (Khotbah menurut pandangan jemaat), Teori Psikologi Pendengar Khotbah dan Skema Penyusunan Khotbah.
Sesi I: Perspektif Khotbah Kontemporer Perkembangan Khotbah Abad ke-20, Oleh Pdt. Linna Gunawan, D.Min.
Hari I, kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Khotbah ini diawali dengan materi Perspektif Khotbah Kontemporer (Perkembangan Khotbah Abad ke-20). dalam paparannya, Pdt. Linna menggarisbawahi beberapa hal yang melatarbelakangi sebuah khotbah yang dianggap tidak menarik oleh umat. Tentunya hal ini tidak terlepas dari selera masing-masing umat yang berbeda-beda tergantung siapa pendengarnya. Menurutnya, beberapa hal itu seperti Khotbah yang tidak update, Khotbah yang tidak relevan dan tidak kreatif menjadi muatan yang perlu diperhatikan oleh seorang pengkhotbah dalam menyampaikan isi materi khotbahnya.
Khotbah setelah abad ke-20
Khotbah dalam perkembangannya mengalami perubahan dari masa ke masa. Hingga abad ke20 ini khotbah memberi perhatian kepada kebutuhan pendengar, bahwa khotbah mesti dikemas sesuai dengan kondisi dan situasi yang dialami umat sehingga kepentingan umat mulai didengar dalam hal ini suara-suara mereka “yang terpinggirkan” bahkan menjadi isu penting yang dikemas dalam khotbah.
Pada abad ini pula, berbagai ragam bentuk khotbah diperkenalkan kepada pendengar untuk mengetahui secara mendalam apa yang menjadi polarisasi yang tepat untuk menjawab problematika kehidupan yang dinamis melalui isi khotbah. Pendengar (umat) diberi ruang untuk mengenali bentuk khotbah yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga pendengar dapat menangkap secara baik apa yang harus dilakukan menjawab konteks kebutuhan yang dihadapi namun tetap dalam koridor teologis.
[embed]https://flic.kr/p/W3pWmP[/embed]
Dalam penyajian khotbah mesti juga memperhatikan penampilan (performance) sehingga dapat diterima dengan baik oleh pendengar. Yang menarik bahasan ini, Pdt. Linna mengatakan khotbah adalah sebuah karya seni bukan hanya sekedar talenta/bakat tetapi skill pengkhotbah, tetapi juga kemampuan merangkai semua bahan, dan menyajikannya secara menarik kepada pendengar. Hal ini diibaratkannya seperti seorang pelukis. Tentu seorang pelukis mempunyai banyak bahan untuk melukis, seperti kuas, cat warna, dll. Tetapi dia tau bagaiman harus menggunakan cat dan kuas yang tepat untuk merangkai sebuah lukisan menjadi lukisan yang indah dan menarik untuk dilihat. Demikian halnya khotbah, pengkhotbah memperhatikan cara meramu isi khotbah dalam berbagai sudut pandang dan tinjauan teologis tetap menjadi intisari dari khotbah yang didesain seindah mungkin sehingga dinikmati oleh umat secara baik.
Lebih lanjut Pdt. Linna sampaikan seorang pengkhotbah pun dituntut dapat memberikan penampilan yang baik dalam menyampaikan isi khotbah. Tutur kata, bahasa yang jelas dan dapat dipahami, media yang digunakan, teknik dan gaya berkomunikasi, hingga berbagi pengalaman kepada pendengar menjadi bahan untuk menciptakan daya tarik pendengar dalam menikmati setiap khotbah yang disampaikan.
Sesi II: Psikologi Pendengar Khotbah (Khotbah menurut pandangan jemaat).
Pada sesi ini, para pendeta dibagi dalam 6 kelompok, tiap kelompok diminta mendengarkan sudut pandang jemaat terhadap khotbah dan harapan-harapan jemaat mengenai khotbah yang disampaikan, tanpa harus menanggapi sudut pandang jemaat tersebut. Sebelumnya telah dilakukan observasi dan interview terhadap beberapa warga jemaat menyangkut khotbah. Hasil interview ini yang kemudian dijadikan dasar untuk mengetahui apa yang jemaat harapkan dari pengkhotbah ketika berkhotbah.
Beberapa kesimpulan temuan dari hasil interview terhadap khotbah adalah ;
- Khotbah boleh menggunakan media, film pendek, cerita inspiratif, cerita lucu tetapi tidak keluar dari teks atau tema khotbah
- Khotbah jangan terpaku pada naskah khotbah yang telah disusun. Artinya dibaca dari awal sampai selesai.
- Khotbah harus memberi inspirasi dan motivasi bagi umat
- Jangan menggunakan khotbah sebagai sarana marah-marah jemaat
- Khotbah harus singkat, jelas dan padat (± 20 menit)
- Pengkhotbah harus bersemangat, bukan lompat-lompat di atas mimbar
- Pengkhotbah harus juga menjadi contoh dan teladan lewat hidup
- Menggunakan intonasi, mimik yang menarik
- Kadang mimbar dimanfaatkan untuk menjustice/menghakimi jemaat tentang dosa-dosa mereka tanpa ada solusi.
- Berkhotbah penting memakai bahasa atau istilah baru termasuk bahasa asing tetapi dijelaskan pengertiannya.
Terhadap proses ini ada apresiasi tersendiri dari Pdt. Linna, menurutnya jemaat merupakan jemaat yang dewasa, kritis terhadap khotbah-khotbah yang disampaikan. Oleh karena itu sebagai pengkhotbah sebetulnya tidak perlu tersinggung, hal ini justru merupakan sebuah kekayaan bagi pengkhotbah untuk melakukan evaluasi terhadap khotbahnya. Kalau di Amerika berdasarkan hasil penelitian 40% orang lebih suka mendengar khotbah karena isinya, 40% karena pengkhotbahnya dan 20% karena relasinya dengan pengkhotbah.
Sesi III: Teori Psikologi Pendengar Khotbah
Point penting dari sesi ini, Pdt. Linna menjelaskan ada 4 cara Persepsi mendengar khotbah:
- Ethos, persepsi pendengar berdasarkan karakter pengkhotbah dan relasi dengan dirinya.
- Logos, persepsi pendengar berdasarkan isi khotbah (ide khotbah dan bagaimana pengkhotbah membangun ide-idenya).
- Pathos, persepsi pendengar berdasarkan perasaan-perasaan yang muncul saat mereka mendegarkan khotbah.
- Embodiment, persepsi berdasarkan penyajian (performance) pengkhotbah. Pendengar berharap dapat mendengar khotbah dengan mudah. Pendengar ingin melihat si pengkhotbah, dimana terjadi kontak mata membuat pendengar terkoneksi dengan pengkhotbah. Pendengar tertarik mendengar khotbah dengan intonasi suara yang baik dan terlihat bersemangat dan merasa nyaman di atas mimbar.
Bahwa khotbah berbicara soal kehidupan sehari-hari umat, bukan hanya berisi dogma tetapi hal-hal praktis kehidupan, oleh karena itu posisi pengkhotbah mesti dekat sejajar dengan pendengar. Untuk itu pengkhotbah harus memelihara spiritualiats dengan memelihara terus menerus relasinya dengan Tuhan. Sebab manifestasi spiritualitas pengkhotbah adalah ketulusan, kelurusan, keindahan. Pengkhotbah setia pada tujuan Pemberitaan Injil, bukan mencari keuntungan diri sendiri.
Sesi IV: Skema Penyusunan Khotbah.
Pada sesi terakhir, di hari I ini, peserta diajarkan untuk bagaimana menyusun khotbah yang inspiratif, imaginatif dan kreatif. Bahwa khotbah yang inspiratif dan kontekstual adalah khotbah yang “menyapa umat” dan sesuai dengan konteks pendengar. Khotbah yang imaginatif khotbah sebagai seni membutuhkan imajinasi dan persiapan, penyusunan dan penyajian. Sementara khotbah yang kreatif merupakan khotbah dimana membutuhkan kreatifitas pengkhotbah dalam menafsir teks, pesan dan konteks pendengar.
Dalam proses penyusunan khotbah, maka ada beragam khotbah yang bisa digunakan. Hal ini muncul pada abad 19 dilatari oleh perkembangan media dan teknologi yang pesat, ditambah kebutuhan pendengar yang mengharapkan khotbah dapat “mendarat” dalam kehidupan umat.
Disini akan disampaikan beberapa ragam khotbah yang bisa dipakai pengkhotbah, antara lain:
- Khotbah Integratif, khotbah yang membutuhkan kemampuan pengkhotbah untuk mengkomunikasikan pesan khotbah dengan memperhatikan faktor Kognisi dan Afeksi. Kognisi maksudnya soal konseptual, cara berpikir dan abstraksi (ide). Afeksi soal, perasaan, kesan, cerita.
- Khotbah Deklaratif: Pengkhotbah menyajikan argumentasiar-gumentasi berdasarkan Injil. Berorientasi pada deduktif. Pendengar belajar dari melihat dan berpikir. Bayangkan Anda adalah seorang pengacara yang menyusun argumentasi untuk membela klien Anda. Argumentasi adalah seperangkat pernyataan yang digunakan untuk meyakinkan seseorang akan kebenaran atau sebuah ide penting atau sebuah kesimpulan. Argumentasi dibangun di atas pernyataan yang mendukung ide yang diargumentasikan. Khotbah deklaratif harus didasari pada argumentasi yang kuat dan logis (pernyataan dan kesimpulan sama).
- Khotbah Pragmatis: Berfokus pada gereja yang berupaya memecahkan misteri (pergumulan) jemaat. Khotbah pragmatis adalah khotbah induktif yang dimulai dengan kebutuhan jemaat yang bertanya dan bergerak ke arah solusi. Khotbah bersifat kognisi yang berfokus pada ide-ide khotbah yang membangun asumsi bahwa jika pendengar dapat belajar berpikir dengan tepat, maka mereka juga akan mampu hidup dengan benar. Kunci khotbah pragmatis adalah kemampuan mengerti pertanyaan pendengar dan membingkainya dengan cara yang dapat dikenal oleh pendengar, seolah mereka berkata, “Ya, itulah yang saya pikirkan”.
- Khotbah Ekspositoris: Khotbah yang mengkomunikasikan suatu konsep alkitabiah, yang diperoleh dari dan disampaikan melalui penyelidikan historis, gramatikal, dan kesusastraan suatu teks di dalam konteksnya, di mana Roh Kudus pertama-tama menerapkannya kepada kepribadian dan pengalaman pengkhotbah, kemudian melalui pengkhotbah, menerapkannya kepada para pendengar.
- Khotbah Narasi: berisi cerita-cerita Alkitab, karena Alkitab sendiri berisi cerita-cerita. Oleh sebab itu khotbah narasi memiliki plot.
Pada sesi ini para pendeta se-klasis GPM Masohi ini juga dibentuk dalam kelompok-kelompok diskusi untuk mendengar hasil wawancara beberapa warga jemaat yang memberikan tanggapan terkait dengan khotbah yang didebgar. Dalam konteks ini, pendengar dibuka ruang untuk menyampaikan kebutuhan akan materi khotbah yang ingin didengar. Suguhan hasil wawancara ini diharapkan dapat mewakili berbagai opini jemaat tentang kebutuhan khotbah yang perlu disajikan sehingga jemaat merasa tersentuh dengan apa konteks teologi dan kondisi faktual yang dialami. Disitulah khotbah akan memiliki peran sebagai ukuran yang memudahkan jemaat menilai apa yang menjadi problematika hidupnya dalam tinjauan teologis.
Sampai kegiatan ini berakhir di hari pertama mendapat perhatian serius peserta. Kegiatan kemudian akan dilanjutkan pada hari kedua dengan materi-materi Komunikasi dan Teknik Khotbah Kontemporer (teori), dilanjutkan dengan latihan menyusun sekma khotbah kemudian melakukan latihan khotbah. Pada sesi latihan khotbah telah ditentukan 12 orang pendeta yang akan melakukan latihan khotbah degan teks bacaan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Penulis: Tim INFODOTKOM Klasis Masohi
4