Pelatihan Wira Usaha Baru (WUB) Pembuatan Mebel (MEJA–KURSI) Bambu dan Pring Lidi Kepada Warga Binaan di Rutan Saumlaki
25 – 30 Mei 2014
Bahwa pelayanan kepada warga binaan yang karena pelanggaran hukum tertentu yang diputuskan oleh pengadilan harus berada di rumah tahanan (rutan) atau penjara, adalah salah satu tugas gereja yang tak dapat diabaikan. Adalah kata-kata Penginjil Matius dalam Matius 25:35–36 (khusus anak kalimat: “ketika aku dalam penjara, kamu mengunjungi aku”) telah menjadi roh yang mengharuskan gereja melakukan pelayanan di penjara. Tugas untuk melayani sesama, bahkan yang terpenjara, membentang sepanjang lintasan bumi dan melingkupi seluruh waktu. Mengapa? Sebab warga binaan atau yang sering kita sebut sebagai narapidana atau napi adalah juga manusia yang diciptakan oleh Allah dengan segala kemuliaan dan hak-haknya.
Dalam banyak pengalaman, warga binaan yang dipenjarakan tidak siap menghadapi keterkejutan awal akibat kehilangan pekerjaan dan penghasilan, terkucil dari keluarga dan teman serta merasa diperlakukan tidak adil, dan lain-lain. Banyak di antara mereka yang kemudian merasa kecil hati, hilang harapan, marah, dendam, dan benar-benar tertolak. Penjara cenderung membuat mereka tergantung dan sering kali tidak mempersiapkan mereka untuk mejalani hidup ketika kembali di tengah masyarakat setelah menjalani hukuman dan dinyatakan bebas. Belajar “bertahan hidup” dalam “budaya penjara” dengan kode-kode yang unik tentang moralitas, membuat sedikit saja warga binaan yang berhasil keluar dari kungkungan budaya penjara, setelah berada di tengah masyarakat. Di tengah realitas itu, Klasis GPM Tanimbar Selatan bersama Dinas Perindustrian Provinsi Maluku menggelar kegiatan Pelatihan yang bertajuk Pelatihan Wira Usaha Baru (WUB) Pembuatan Mebel (Meja-Kursi) berbahan baku Bambu dan Piring Lidi (kelapa). Proses pelatihan ini tidak lain dari misi gereja untuk memberdayakan potensi warga binaan dengan jalan memperlengkapi warga binaan dengan sejumlah ketrampilan untuk (nantinya) menjalani hidup di tengah masyarakat usai menjalani proses hukum pada sisi lain dan upaya memanfaatkan potensi alam (bambu) yang cukup banyak tersedia di Tanimbar. Keberhasilan pelatihan ini dengan sendirinya meruntuhkan persepsi bahwa rumah tahanan adalah tempat mengisolasi kreatifitas manusia sebagai warga binaan. Dengan kata lain, keberhasilan pelatihan ini membuktikan bahwa dimanapun kita berada, pikiran dan kreatifitas kita tidak boleh terkungkung oleh tembok, dengan alasan-alasan pembenaran lainnya.
Instruktur, Peserta dan Hasil Kerja.
Pelatihan ini bisa terselenggara dengan baik, karena kesediaan dan ibu San Beay sebagai instruktur piring lidi, dan bapak Tinus Kupang sebagai instruktur mebel (meja-kursi) bambu, untuk berbagi ilmu dan ketrampilan dengan warga binaan, yang berjumlah 71 orang, yang dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok kerja, yakni :
- Kelompok kerja Piring Lidi = 28 orang.
- Kelompok kerja mebel (Meja-kursi) bambu = 43 orang.
Setelah menjalani proses pelatihan yang berat, menguras pikiran, tenaga dan waktu selama 6 (enam) hari, kedua kelompok kerja tersebut dapat menghasilkan produk berupa 6 (enam) set mebel (meja-kursi) bambu dan 7 (tujuh) lusin piring lidi. Pada acara penutupan, seluruh produk hasil kerja masing-masing kelompok langsung ditawarkan kepada undangan yang hadir, dan semuanya laku terjual. Bahkan ada undangan lain yang belum memperoleh kesempatan pertama “menikmati” output warga binaan, langsung memesan sejumlah set mebel (meja-kursi) bambu dan beberapa lusin piring lidi untuk kebutuhan masing-masing. Warga binaan menyambut kebutuhan tersebut dengan sukacita, dan berkomitmen untuk tetap mengembangkan produknya, walaupun untuk sementara ini peralatan yang dimiliki sangat terbatas.
Terhadap antusiasme warga binaan ini, Wakil Bupati Maluku Tenggara Barat, bapak P.P. Werembinan, SH., dalam sambutan saat menutup kegiatan pelatihan ini berjanji untuk mengupayakan fasilitas atau peralatan yang dibutuhkan, dan mengupayakan pasar untuk memasarkan hasil produksi warga binaan, dengan ketentuan, produk yang dihasilkan harus dalam jumlah yang cukup, dengan tetap menjaga kualitasnya.
Faktor Pendukung dan Penghambat.
Bahwa berhasilnya pelatihan ini ditopang oleh sejumlah aspek sebagai faktor pendukung, yang dapat kami sebutkan sebagai berikut :
- Adanya topangan dari Kepala Rutan Saumlaki bersama semua Staf.
- Tingginya antusiasme warga binaan untuk dilatih dan mengembangkan potensi diri dan alam.
- Tersedianya bahan baku (bambu dan lidi daun kelapa) dalam jumlah dan mutu yang baik.
- Tersedianya peralatan kerja yang dibutuhkan (walaupun jumlahnya terbatas).
- Tersedianya anggaran yang dibutuhkan.
- Komunikasi dan koordinasi antar lembaga (Klasis GPM Tanimbar Selatan dengan Pemerintah Daerah Provinsi melalui Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Pemerintah Daerah Kabupaten MTB), dengan para donatur dan sponsor berjalan lancar.
- Keterlibatan tenaga pelatih sebagai instruktur yang ahli di bidangnya.
- Lokasi pelatihan (di Rutan Saumlaki) yang terpusat dan membuat peserta terkonsentrasi.
- Hasil kerja (output) pelatihan berupa kursi-meja bambu dan piring lidi dengan kualitas yang baik.
- Tersedianya pasar lokal untuk memasarkan hasil kerja dan antusiasme pembeli/peminat untuk menggunakan hasil produksi warga binaan.
Selain faktor pendukung, beberapa kendala sebagai faktor penghambat kerja berikut ini patut kami sebutkan dalam upaya evaluasi dan keberlanjutan program pelatihan ini, yaitu :
- Kurangnya jumlah peralatan kerja seperti pisau dan pahat untuk pembuatan meja-kursi bambu. Hal ini membuat peserta saling menunggu untuk memanfaatkan kedua peralatan tersebut.
- Peralatan kerja sebagaimana disebutkan pada point (a) di atas sulit diperoleh di Saumlaki dan Ambon dan karena itu harus dipesan dari luar daerah.
- Pengambilan bahan baku secara bertahap turut menghambat efektifitas kerja kelompok piring lidi.
- Waktu pelatihan yang dialokasikan oleh instruktur dari Dinas Perindag Propinsi Maluku terasa singkat; karena itu proses pelatihan terkesan terburu-buru, mengejar waktu hingga malam hari, membuat peserta bisa kehilangan fokus karena kelelahan.
Rencana Tindak Lanjut.
Bahwa output dari pelatihan ini bukan semata-mata berupa produk yang dipasarkan, tetapi keberlanjutan program ini yang harus diperjuangkan bersama. Antusiasme dan ketrampilan untuk mengembangkan potensi diri warga binaan telah dimiliki. Tersedianya bahan baku produksi dalam jumlah dan mutu untuk terus dikembangkan. Adanya pasar lokal yang meminati hasil karya anak-anak Duan-Lolat. Semua kesempatan itu terbuka dengan lebar.
Karena itu, upaya tindak lanjut dari kegiatan ini adalah kebutuhan yang tak dapat ditawar. Untuk maksud itu, kami telah memohon kesediaan Pemerintah Provinsi Maluku melalui Kepala Dinas Perindag Provinsi Maluku dan Pemerintah kabupaten Maluku Tenggara Barat melalui Kepala Badan Perindagkop Kabupaten Maluku Tenggara Barat, untuk membantu memfasilitasi warga binaan dengan sejumlah peralatan kerja yang dibutuhkan, minimal untuk 5 (lima) kelompok kerja, dan semuanya akan ditempatkan di rumah tahanan Saumlaki.
Kami berharap, kedepan rumah tahanan Saumlaki dapat dijadikan sebagai “bengkel” kerja mebel bambu dan piring lidi, dimana warga binaan secara terus-menerus dapat memproduksi karya mereka. Disamping itu terbuka juga kemungkinan bagi masyarakat umum lainnya, untuk belajar dan “menimba ilmu” di rumah tahanan. Kemungkinan ini tentu merupakan proses sosialisasi diri warga binaan di rumah tahanan dengan masyarakat umum lainnya, agar mereka tidak dianggap sebagai “penyakit masyarakat” dan karena itu harus dijauhi dan diperlakukan sesara diskriminatif. Selain itu masyarakat umum lainnya memperoleh perspektif baru tentang siapa itu warga binaan yang sesungguhnya.
Untuk semua proses tersebut, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Yesus Kristus, Tuhan yang Maha Pengasih, karena lewat tuntunan-Nya, seluruh rangkaian kegiatan Pelatihan dimaksud telah bejalan dengan baik dan berlangsung dengan sukses, sejak tanggal 25 – 30 Mei 2014. Hal ini hanya bisa terjadi berkat bantuan dari banyak pihak yang sepanjang 6 (enam) hari ini telah terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Termasuk kerja keras Pdt. William J. Hehakaya, S.Th., yang ditugaskan oleh Majelis Pekerja Klasis sebagai Pendeta Pendamping di rumah tahanan (rutan) Saumlaki, sekaligus koordinator atas kegiatan pelatihan ini. Tidak terkecuali, bapak Ir. Angky Papilaya, M.Si., Kepala Dinas Perindag Provinsi Maluku yang menyambut dengan antusias program pelatihan ini, dan membantu dengan fasilitas yag dibutuhkan.
Semoga hasil pelatihan ini berguna bagi masa depan warga binaan di rutan Saumlaki, sekembalinya mereka ke tengah masyarakat. Teruslah berjuang. Semoga Yesus Kristus senantiasa memberkati upaya kita bersama.
Saumlaki, 10 Juni 2014.
Kontributor
PDT. MAX. CHR. SYAUTA