Letwaru, Sinodegpm.org - Gedung Gereja Siloam Jemaat GPM Letwaru Klasis Masohi disesaki sekitar 150 orang. Mereka adalah peserta kegiatan Pembinaan dan Pelatihan Pembuatan Alat Peraga Bagi Pengasuh Sekolah Minggu-Tunas Pekabaran Injil (SM-TPI). Mereka berlatih selama dua hari, 19-20 Oktober 2016.
Menurut Ketua Majelis Jemaat GPM Letwaru Pdt. M. Haulussy, ada kesadaran tentang perlunya peningkatan kualitas Pendidikan Formal Gereja (PFG). Kapasitas dan kompetensi para pengasuh SM-TPI menjadi aspek penting yang mesti ditingkatkan. Untuk menjawab persoalan itu persidangan jemaat ke-33 tahun 2016 memutuskan agar dilaksanakan suatu kegiatan pembinaan dan pelatihan yang bertujuan: (1) Membangun kesadaran dan komitmen pengasuh dalam melihat peran dan tanggung jawabnya; (2) meningkatkan kemampuan para pengasuh dalam melayani anak binaan.
Awalnya, kegiatan itu dirancang hanya untuk pengasuh Jemaat GPM Letwaru. Namun kemudian diperluas sasaran pesertanya setelah melihat tingginya animo para pengasuh dari jemaat-jemaat lain. Empat belas jemaat mengirimkan para pengasuhnya bergabung dengan pengasuh Jemaat GPM Letwaru.
Para pelatih didatangkan dari Bengkel Pendidikan Kristiani (PK) STT Jakarta (STTJ). Tim terdiri dari lima orang pelatih di bawah koordinasi Pdt. Justitia Vox Dei Hattu, Th.D., beranggotakan Novi A. E. Sine, M.Th., Pdt. Magyolin Tuasuun, S.Th., Williams Bill Mailoa, S.Si. (Teol), dan David Obertua Sihite, M.Th. Untuk mengetahui lebih jauh tentang aktivitas Bengkel PK STTJ, kontributor sinodegpm.org melakukan wawancara dengan koordinator dan anggota tim. Berikut kutipan lengkapnya:
(tanya = T): "Sudah berapa kali datang ke Maluku?"
(jawab = J): "Ini kali ke-3 kami menggelar pelatihan di Maluku dalam koordinasi dengan GPM. Kali pertama bekerjasama dengan Sinode GPM dan UKIM dilaksanakan di Gonzalo. Kali kedua dilaksanakan di Jemaat GPM Noloth. Kali ketiga di Jemaat GPM Letwaru, saat ini."
(T): "Apa dan bagaimana sebenarnya Bengkel PK STTJ itu?"
(J): "Pernah ada semacam bengkel Pendidikan Agama Kristen (PAK) sebelum ini dan kami meneruskan ide-ide mereka. Kami menganggap perkuliahan itu percakapan-percakapannya terlalu terbatas di ruang kuliah. Bengkel PK ini didirikan supaya mahasiswa memperoleh pengalaman-pengalaman langsung. Bengkel PK berkembang menjadi semacam 'resources center' khusus untuk Pendidikan Kristiani. Kami memiliki perpustakaan mini untuk buku-buku seputar PAK atau sekarang STTJ menggunakan istilah PK. Ada koleksi kurikulum dari dalam dan luar negeri karena ada matakuliah-matakuliah yang terkait dengannya sehingga mahasiswa punya semacam 'resource' untuk belajar. Lalu ada koleksi aktivitas dan alat peraga. Bengkel PK juga melakukan pelatihan-pelatihan di wilayah Jabodetabek dan di luar. Selain itu, Bengkel PK menerima kunjungan-kunjungan dari gereja-gereja, organisasi-organisasi Kristen. Ikut menjadi konsultan bagi gereja yang membutuhkan konsultasi dalam rangka penulisan kurikulum, bahan ajar, dan lainnya."
(T): "Apakah pelatihan seperti ini telah diprogramkan di Bengkel PK STTJ atau tergantung permintaan?"
(J): "Sejak tahun 2008, kami mengembangkan program yang namanya 'Mission Trip' (MT). Program itu adalah dalam setahun, tim dari Bengkel PK dapat melakukan perjalanan sebanyak empat kali ke tempat-tempat yang berbeda-beda untuk melakukan pelatihan. Awal pengembangan program ini adalah Bengkel PK sering menerima kunjungan dari gereja-gereja di luar Jakarta yang datangnya jauh-jauh. Seiring waktu, kami sadar bahwa mereka yang berkunjung memiliki waktu belajar sangat terbatas. Biasanya tidak semua guru sekolah minggu bisa datang. Pucuk-pucuk pimpinan gereja di levelnyalah yang sering datang, padahal mereka sebenarnya tidak terjun langsung dalam membina sekolah minggu. Karena itu, kami merasa bahwa sepertinya perlu dilakukan kegiatan-kegiatan ke gereja-gereja yang jauh dari kota besar. Tentu tidak semua tempat yang menjadi sasaran MT, hanya ke gereja-gereja yang jauh dan sulit mendapatkan akses untuk pelatihan. Kegiatan di Letwaru saat ini adalah MT ketiga kami di Maluku. Cara menentukan tempat kunjungan adalah melakukan penjajakan ke tempat-tempat potensial atau diundang oleh gereja-gereja di wilayah-wilayah tertentu yang merasa punya kebutuhan. Undangan itu kita respons dengan penjajakan lebih lanjut. Jika mereka benar-benar membutuhkan, maka pelatihan bisa dilakukan."
(T): "Apa saja materi pelatihan?"
(J): "Untuk pengasuh, ada yang disebut dengan materi dasar yaitu hal-hal yang sangat prinsip dan mendasar untuk proses pembelajaran. Misalnya bicara tentang motivasi diri, perkembangan anak, aktivitas alat peraga, bermusik, boneka, dan bercerita. Selain itu, ada materi untuk tingkatan 'advance' sebagai pelatihan lanjutan mempersiapkan peserta menjadi pelatih. Misalnya, dalam pelatihan kali ini bicara tentang membaca Alkitab dengan kacamata anak, nanti di kelas lanjutan, pengasuh dilatih untuk menulis ceritanya. Kemudian dilatih terkait tata ruang, pembuatan alat peraga yang multifungsi. Kalau pelatihan ini khan masih dasar. Selain itu, ada juga materi-materi lokal. Misalnya, Bengkel PK punya modul, tetapi gereja katakan bahwa ada pergumulan-pergumulan khusus yang mereka ingin dapatkan, itu yang dikembangkan. Seperti MT sebelumnya di Noloth, mereka sampaikan bahwa yang dibutuhkan adalah pendidikan perdamaian bagi anak sekolah minggu dan 'parenting education'. Bagi penatua dan diaken sementara dikembangkan persekutuan warga gereja senior. Itu yang kami kembangkan dan sampaikan. Jadi, ada modul dasar tetapi disesuaikan juga dengan kebutuhan lokal. Model MT bukan seminar tetapi latihan. Harapan kami adalah peserta mengalami langsung dengan praktek. Teori secara umum diberikan di awal. Ada pojok-pojok bercerita, aktivitas, musik, panggung boneka. Di pojok-pojok itu mereka belajar sekaligus mempraktekkan. Misalnya,di pojok boneka, hari pertama mereka membuat boneka dan hari kedua mereka mempraktekkan. Ada naskah untuk mereka ceritakan dengan menggunakan boneka yang dibuat pada hari pertama. Di pojok aktivitas, mereka membuat alat peraga dengan bahan-bahan yang lebih mudah didapatkan secara lokal di daerah tersebut. Kalau ternyata bahannya tidak ada, kami memberikan ide untuk menggunakan bahan-bahan lain. Itu untuk membuka wawasan peserta. Dalam sekali MT, kita punya target peserta itu 100-150 orang. Jumlah 150 itu tidak maksimal dalam melaksanakan aktivitas kecuali pendalaman sisi kognitif. Untuk pendalaman keterampilan, peserta dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil di pojok-pojok itu. Interaksinya bisa lebih sering, ada hal-hal yang dapat dipraktekkan."
(T): "Kalau ada jemaat atau klasis yang membutuhkan pelatihan, bagaimana prosesnya?"
(J): "Salah satu tujuan STTJ adalah pelayanan dengan pergi kepada warga-warga gereja. Karena itu, jika ada jemaat atau klasis yang membutuhkan, bisa langsung menghubungi pihak Bengkel PK. Kami akan meminta semacam proposal sebagai dasar percakapan di dalam tim sebelum melakukan penjajakan. Setelah penjajakan, jika kami merasa bahwa jemaat itu benar-benar membutuhkan, maka materinya akan disiapkan. Penyiapan materi akan disesuaikan dengan harapan-harapan dari pengundang. Anggota tim Bengkel PK cukup beragam keahliannya sehingga berdasarkan proposal itu akan ditentukan tim yang harus berangkat beserta seluruh kebutuhannya. Baru setelah itu terjadi percakapan berkaitan dengan biaya dan kebutuhan yang ingin mereka dapatkan dari kami."
(T): "Bagaimana dengan pembiayaan pelatihan?"
(J): "Kami sangat mendorong pengundang supaya pokok percakapan utamanya bukan soal biaya tetapi kebutuhannya apa. Makanya kami menamakan perjalanan ini sebagai 'Mission Trip'. Tujuan utama kami sebenarnya untuk jemaat-jemaat yang ingin sekali belajar tetapi mengalami kesulitan untuk datang ke Jakarta, terutama kesulitan anggaran. Di situlah fungsi percakapan dan penjajakan dimana untuk pembiayaan bisa 'full' ditanggung oleh STTJ kalau memang itu dibutuhkan, bisa juga berbagi dengan jemaat semampu mereka, bisa 'full' tanggungan jemaat.
(T): "Apa pandangan Tim terhadap kegiatan kali ini?"
(J): "Ada hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dan diperbaiki seperti masalah ketepatan waktu dan sebagainya. Tetapi antusiasme peserta sangat menentukan 'mood' kami, para pelatih. Di sini, para peserta sangat antusias mengikuti seluruh program pelatihan dengan berusaha menyelesaikan latihan sesuai arahan, bertanya, dan sebagainya."
Peserta pelatihan memang terlihat sangat antusias sebagaimana yang digambarkan oleh Tim Pelatih. Hendrik Sarmudi adalah salah satu peserta yang telah mengasuh jenjang remaja selama enam tahun. Ia menyatakan bahwa beberapa tantangan cukup teratasi dengan pelatihan itu, di antaranya: PFG gereja yang telah mulai didudukkan formatnya, para pengasuh yang datang dari latar belakang berbeda-beda, perbedaan umur, dan lama mengasuh. "Harapan saya, proses ini tidak berhenti saat selesai pelatihan tetapi para pengasuh dapat mengembangkannya di jemaat masing-masing. Itu penting karena ukurannya nanti adalah saat pertemuan-pertemuan anak sekolah minggu tingkat jemaat atau klasis, tidak ada lagi jarak dalam hal pemahaman antara anak-anak dari sektor atau jemaat yang berlainan," ujar Hendrik ketika ditanya harapannya.
Jemaat GPM Letwaru telah menjadi tuan rumah MT ke-3 Bengkel PK STTJ di Maluku. Apakah ada jemaat atau klasis lain yang akan menyiapkan diri menjadi tuan rumah MT ke-4? Semoga jemaat-jemaat di lingkup GPM dapat menarik manfaat dan menjajaki kemungkinan-kemungkinan kerjasama dengan Bengkel PK STTJ demi peningkatan kualitas PFG GPM.
Penulis: Jusnick Anamofa