Setiap bentuk penantian, dalam siklus waktu yang panjang; menguras tenaga, waktu, pikiran, perasaan dan materi, bahkan air mata, berharap suatu saat tiba pada batasnya.
Pergumulan panjang itu dimulai sejak tahun 1987, saat Jemaat GPM Wermatang berkomitmen dalam Sidang Jemaat untuk membentuk panitia penggalangan dana. Sayang, persoalan intrernal yang dihadapi membuat kerja panitia penggalangan dana menjadi mandeg.
Tahun 2005, Sidang Jemaat merekomendasikan pembubaran panitia penggalangan dana dan membentuk panitia pembangunan gedung gereja yang baru.
Gedung gereja Bethel yang dibangun sejak tahun 1914, dari sisi konstruksi [daya tahan] dan daya tampung, dianggap sudah tidak mampu mengakomodasi dinamika umat/jemaat yang berkembang setiap tahun. Pembangunan gedung gereja baru juga dianggap sebagai "pintu masuk" bagi umat/jemaat untuk berbenah diri. Sebab untuk waktu yang sangat lama, sebagian besar umat/jemaat tinggal di rumah hunian yang tidak layak. Sementara hasil alam berupa kayu yang berkualitas [Merbau, Torem, Linggua] cukup melimpah dan hanya dimanfaatkan untuk dijual guna membeli kebutuhan makan-minum dan pendidikan anak-anak.
Kesepakatan dalam Sidang Jemaat tahun 2005 itu memperoleh bentuknya yang paling konkrit pada tanggal 2 September 2007, saat dilakukan ibadah dan akta peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja baru, oleh Pdt. O. Batmomolin. Setelah Pdt. O. Batmomolin mutasi, tugas dan tanggung jawab pembangunan dilanjutkan oleh Pdt. J.M. Rehata sebagai Ketua Majelis Jemaat. Kemudian oleh Pdt. Ny. T. Tuamelly/N sampai proses penahbisannya.
Seperti biasa, setiap komitmen untuk membangun - baik fisik atau non fisik - selalu ditopang oleh keyakinan secara spiritual, bahwa dengan pertolongan Allah, semua niat dan/atau pekerjaan yang baik pada waktunya akan berhasil, tidak serta merta membuat pekerjaan itu berjalan mulus.
Perbedaan pendapat atau perspektif terhadap hal-hal tertentu di antara para pihak yang berkepentingan di jemaat [yang awalnya bersifat "internal"], akhirnya muncul ke permukaan dan mengganggu suasana kerja dan interaksi antar pribadi dalam jemaat.
Kerendahan hati dan pengakuan bahwa gedung yang dibangun ini adalah "kudus" dan "milik" Tuhan, dan bahwa Panitia serta Majelis Jemaat bersama umat/jemaat hanyalah "alat" untuk menyatakan kemuliaan Allah, telah menjadi semacam resolusi spiritual untuk menyelesaikan persoalan di antara para pihak di jemaat. Penyelesaian "silang pendapat" itu menjadi momentum pemersatu umat/jemaat, lebih-lebih saat gedung gereja yang baru itu hendak ditahbiskan.
Minggu, 1 Desember 2019, bertepatan dengan perayaan minggu Adventus I, dilangsungkan ibadah penahbisan gedung baru gereja "Fwinin Lanratwe", Jemaat GPM Wermatang, Klasis GPM Tanimbar Selatan, oleh Ketua MPH Sinode GPM, Pdt. Athes J.S. Werinussa.
"Fwinin Lanratwe" adalah frasa lokal dari bahasa Selwasa untuk "Bethel". "Fwinin" berarti "rumah", dan "Lanratwe" artinya Allah atau Tuhan.
Penggunaan nama gedung gereja berciri lokal ini merupakan penegasan, bahwa kiblat berteologi gereja-gereja sekarang ini, termasuk di Gereja Protestan Maluku seharusnya mengakomodir dengan sungguh-sungguh kearifan budaya masyarakat setempat. Termasuk cara mereka "mengenal, memuji dan menyembah Allah". Bahwa Allah yang dikenal, seharusnya adalah Allah yang "dekat" dari sisi budaya dan teologis, bukan Allah "yang jauh" melalui konsep-konsep teologi yang abstrak. Memang, dari sisi gramatikal, pengertian "Bethel" dengan "Fwinin Lanratwe" tidak jauh berbeda. Tetapi "Fwinin Lanratwe" adalah cara beriman menurut kepribadian kita sendiri.
Hal itu menegaskan bahwa Allah [atau Tuhan] yang disapa "Lanratwe" adalah Allah yang "dikenal" berdasarkan pengalaman iman umat/jemaat. Dan "Lanratwe" itu berdiam di dalam "Fwinin" yang dibangun/dikerjakan oleh umat/jemaat sendiri dengan berbagai pengorbanan secara sadar [tulus hati] walaupun mereka berdosa dan terbatas adanya. Bukan rumah [atau bait] yang dibangun dengan cara mengeksploitasi tenaga manusia dan alam atas dasar kekuasaan [raja].
Secara lokal, konsep "Fwinin Lanratwe" selain merujuk kepada gedung gereja sebagai "rumah Allah", "Fwinin Lanratwe" juga berarti "rumah umat/jemaat" sebagai rumah Allah yang hidup. Dari "Bethel" ke "Fwinin Lanratwe" hendak menegaskan bahwa gedung gereja sebagai lambang kehadiran Allah sekaligus sebagai tempat beribadah umat/jemaat memang penting. Tetapi jauh lebih penting jika umat/jemaat secara sungguh-sungguh membangun diri dan keluarga untuk mencintai Tuhan. Berlaku setia kepada setiap ajaran dan perintah Tuhan serta menjauhi setiap larangan sebagaimana tertulis dalam alkitab.
"Fwinin Lanratwe" yang sesungguhnya adalah setiap pribadi dan keluarga kristen yang saling menopang dalam kasih Allah; yang mampu berkata "tidak" kepada setiap kesalahan/kejahatan dan terbuka kepada Roh Kudus untuk terus membarui diri sesuai kehendak-Nya.
Hingga ditahbiskan, gedung gereja "Fwinin Lanratwe" menghabiskan biaya sebesar Rp. 3.322.450.000,- yang berasal dari berbagai sumber. Sumbangan terbesar berasal dari swadaya jemaat, bantuan pemerintah [provinsi dan kabupaten] serta PT. Karya Jaya Berdikari.
Ibadah penahbisan gedung gereja "Fwinin Lanratwe" turut dihadiri oleh para Wakil Ketua MPH Sinode GPM, Bupati dan Wakil Bupati Kab. Kepulauan Tanimbar bersama pimpinan OPD, Pimpinan dan Anggota DPRD KKT, camat Wermaktian, basudara dari Ritabel, Weratan-Seira, Lingat [pela], Batuputih, Marantutul dan anak-anak negeri asal Wermatang di rantau dan undangan lainnya.
Kini, "Fwinin Lanratwe" sebagai lambang kehadiran Allah berdiri dengan megah. Tetapi tantangan ke depan justru semakin berat. Bagaimana umat/jemaat bertekad secara iman untuk menjumpai Allah dalam "Fwinin-Nya" setiap waktu. Tantangan berikut adalah bagaimana potensi umat/jemaat terus dikonsolidasikan dalam bentuk kelompok-kelompok kerja untuk merehabilitasi rumah-rumah hunian keluarga yang tidak layak. Termasuk peningkatan sumberdaya manusia menghadapi perubahan-perubahan besar yang akan terjadi. Perubahan yang dapat menggusur spirit "Fwinin Lanratwe" dari dalam setiap hati dan hidup umat/jemaat di Wermatang.
Semoga umat di Jemaat GPM Wermatang diberi hati dan tekad yang kuat untuk tetap setia di jalan Yesus; menjadi rumah yang hidup bagi Tuhan dan sesama, apapun tantangannya.
Wermatang, 1 Desember 2019.
------
Penulis : Pdt. Max. Syauta Jabatan : Bendahara Sinode GPM