Keterangan Gambar : Peniup suling bambu di Jemaat GPM Namtabung Klasis Tanimbar Selatan (16/05/2009)
Namtabung, sinodegpm.org - Reynce Alfons, pendiri Moluccas Bamboo Wind, lebih suka menyebutnya Suling Bulu. Bulu adalah istilah dalam bahasa Melayu Ambon untuk menyebut bambu. Alat musik ini sejak lahirnya, dimainkan dalam suatu Paduan yang lengkap, terdiri dari Suling Suara Satu, Suara Dua, Suara Tiga, Suara Ampa dan Bulu Aer.
Dalam sejarah liturgi Gereja Protestan di Maluku, kemudian menjadi GPM, penggunaan alat musik ini dipelopori oleh Joseph Kam, zendeling NZG. Pertama-tama di Jemaat-jemaat di Ambon, kemudian ia membawanya ke pulau-pulau di Lease, Seram, Buru, Tanimbar, Maluku Tenggara, Luang, Wetar, Kisar, bahkan ke daerah Misol dan Merauke (Irian Jaya Selatan). Bentuk kolaborasinya kemudian berkembang dengan menambah alat perkusi yaitu tambur dan jim-jim.
Bisa diperkirakan kolaborasi ini terjadi pertama-tama ketika para Tentara mulai mengambil bagian dalam ibadah-ibadah gereja. Sehingga mungkin saja dimulai pada gereja di dalam Benteng Niew Victoria. Sebab tambur dan jim-jim adalah dua alat musik Korps Musik Tentara Belanda.
Kolaborasi itu masih bertahan di beberapa Jemaat GPM sampai saat ini. Dalam kunjungan ke Jemaat GPM Namtabung, Klasis Tanimbar Selatan (16/5-2019) kami disambut oleh kolaborasi Paduan Suling Jemaat Namtabung yang didominasi kaum perempuan.
Realitas peran perempuan dalam Paduan Suling hanya akan dijumpai pada Jemaat-jemaat di Kei Besar, Kei Kecil, Tanimbar Utara, Tanimbar Selatan, Babar, Damer, Wetar, Kisar. Para lelakinya akan memainkan suling suara ampa dan bulu aer.
Semoga alat musik liturgis ini terus dikembangkan.
---------------
Ditulis oleh
Pdt. ELifas. Tomix. Maspaitella, M.Si (Sekretaris Umum MPH Sinode GPM