[Jakarta, sinodegpm.org] - Sekretaris Umum Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), Pdt Elifas Tomix Maspaitella, M.Si dinominasikan sebagai salah satu pengurus Persekutuan Sedunia Gereja-Gereja Reform, pada arena Sidang Raya World Communion of Reformed Churches (WCRC) di Leipzig Jerman saat ini. Lelaki 43 tahun yang juga penulis buku “Masih Adakah Lima Roti?” ini akan menambah daftar keterlibatan orang-orang GPM dalam arak-arakan oikumene semesta. Kendati pun hari-hari ini sebagian kalangan menyoal surutnya “pengkaderan” pelayan dan warga GPM dalam gerakan oikumene baik di aras nasional maupun global, namun ibarat “bulir cengke di ujung pohon” maka sebetulnya ada banyak bulir-bulir lainnya di sekitar ranting dan cabangnya – yang terkadang terancam gugur karena “benalu” yang melekat di cabang-rantingya.
Solusinya, benalu-benalu itu perlu dibersihkan agar pohon cengkeh makin berbuah lebat dan wangi semerbak. Ikhwal keterlibatan pelayan dan warga GPM di pentas gerakan oikumene aras nasional dapat dirunut pada sosok-sosok militan seperti Pdt Simon Marantika, Pdt A. N Radjawane, Pdt J.M Pattiasina, Pdt Prof P.D Latuihamallo, Pdt Margareta Ririmasse-Hendriks, Pdt Luther Zwingli Raprap, Pdt Lies Marantika-Mailoa, Pdt Decky Mailoa dan sejumlah nama lainnya. Dari kalangan awam tentu tak terlupakan peran Febry Tetelepta, yang pernah menjadi Kepala Biro Pemuda PGI dan kemudian salah satu anggota MPH PGI mewakili unsur pemuda.
Saat ini, wakil GPM di aras nasional adalah Pdt Henry Lokra, M.Si yang menjadi Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI. Lelaki 43 tahun yang lulusan S2 Sosiologi Universitas Indonesia (UI) ini, sebelumnya merupakan Kepala Biro Oikumene dan Litbang PGI ini. Selain itu nama-nama suami istri Pdt Steve Gaspersz dan Pdt Nancy Souissa-Gaspersz sudah cukup lama terlibat dalam agenda-agenda nasional maupun internasional. Tentu saja, Pdt Jacky Manuputty, merupakan wakil GPM yang memiliki reputasi di aras nasional maupun global, termasuk dalam ikhwal gerakan lintas iman (inter-faith). Tentu ada sejumlah nama pelayan dan umat GPM yang juga terlibat dalam lingkup gerakan oikumene pada beragam aras.
PERLU EVALUASI Sepanjang pengetahuan saya, belum ada sebuah evaluasi yang sistemis tentang siapa, apa dan bagaimana serta sejauhmana peran kader-kader oikumene GPM dalam kiprahnya pada tiap aras. Apakah kehadiran dan keterlibatan mereka memberi dampak positif pada bidang tugas yang dipercayakan bahkan pada lintasan yang lebih luas. Ini tentu berkaitan dengan kinerja dan totalitas pengabdian seorang kader oikumene. Alasannya, peran sebagai seorang kader oikumene bukan peran “pejabat birokratis” melainkan peran sebagai “doulos”, hamba yang secara sungguh-sungguh dan total mengabdikan dirinya kepada gerakan oikumene.
Sebuah evaluasi diri menjadi penting untuk menemukenali berbagai peluang dan tantangan serta kendala, yang berpotensi menstimulasi hadirnya kader-kader baru di lintasan gerakan oikumene. Sekaligus menjadi bahan pembelajaran bahwa ketika seorang kader diutus dipanggung nasional dan internasional maka secara moral ia bertanggungjawab menyiapkan kader-kader yang akan meneruskan estafet gerakan oikumene. Hal ini untuk mencegah kesan seolah-olah yang bersangkutan hanya mengurus dirinya sendiri. KADER-KADER MUDA Sepengetahun saya ada paling kurang ada empat orang warga GPM yang turut serta dalam proses yang sekarang ini sedang berlangsung di Jerman.
Selain, Pdt Elifas Maspaitella, Pdt Jeny Mahupale-Bakarbessy, mengikuti Women Pre-Council WCRC yang merupakan bagian dari SR WCRC itu. Pdt Jenny yang lulusan S2 Center for Religious and Cultural Studies (CRSC ) UGM ini memiliki talenta yang jika diberi ruang yang cukup, akan makin prospektif, utamanya dalam gerakan oikumene nasional maupun internasional. Dua orang muda lainnya adalah Risty Leimaheriwa dan Jelfy Hursepuny keduanya mengikuti program Global Institute of Theology (GIT) juga Jerman. Resty lulusan S2 Filsafat UGM sedangkan Jelfy alumni S2 Teologi UKDW Yogya. Sebelum kedua kawan muda ini, dalam program yang sama (baca: GIT) Pdt Yanes Parihala, Pdt Dessy Tuasela, Vien Labetubun, Vincent Calvin Wenno dan Nelson Semol Kalay, Elvis Batsira sudah mengikuti program tersebut masing-masing di Amerika Serikat, Jogjakarta dan Kostarika Amerika Latin.
Selain itu, Shema Aponno, Micky Kimmy Joseph, Ekle Sopacuaperu telah ambil bagian dalam pertemuan persekutuan gereja-gereja di Asia (CCA). Mereka semua adalah “bintang-bintang” muda yang sedang bersinar. Soalnya sekarang adalah bagaimana pimpinan GPM melihat potensi orang-orang muda ini dan menyediakan “panggung” yang memungkinkan mereka mengartikulasikan potensi dan talenta mereka secara lebih optimal dan sinergis. Tentu mereka juga bisa menciptakan “panggung sendiri” untuk mengoptimalkan kapasitas dan pengalaman yang telah mereka miliki agar bisa terus berkiprah dalam gerakan oikumene maupun ruang publik secara berkelanjutan.
SEBUAH TRANSFORMASI TIADA HENTI Di semangati tema “Allah yang Hidup Perbarui dan Transformasikan Kami” (Living God Renew and Transform Us) tentu jalan menuju reformasi sejati masih panjang. Hal itu bukan saja merupakan “peristiwa Jerman” tetapi mesti mengakar dan menyebar sampai di jiku-jiku jemaat dan gereja di seluruh dunia. Ia bukan saja gerakan “kaum berjubah” melainkan semua warga gereja, apapun profesi dan jenis kelaminnya.
Dalam spirit 500 tahun Protestantisme tahun 2017 maka gereja-gereja dipanggil dan ditantang untuk terus membarui diri dan mentrasformasi diri dan masyarakat secara berkelanjutan. Untuk Indonesia, salah satu batu ujian yang tak kalah penting adalah bagaimana terus membangun semangat kebangsaan, dialog dan kerjasama antar-iman khususnya dengan saudara-saudara Islam – sesuatu yang absen dalam gerakan reformasi Luther, tapi sangat penting untuk konteks kekristenan Indonesia hari ini dan masa depan. Semoga Allah Kehidupan senantiasa menyertai kita semua untuk membangun hidup bersama yang adil dan damai.
Penulis : Pdt.R.Rahabeat,.M.Hum (Dr Cand) Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) saat ini sedang menyelesaikan studi Doktor di Universitas Indonesia.